Ribuan usulan selalu muncul tiap tahunnya di Musrenbang. Dalam arti
kata, pemerintah kota sebenarnya tidak akan pernah kekurangan bahan
dalam menyusun rencana strategis mereka. Lalu mengapa dalam setiap
tahunnya selalu muncul kekecewaan bahwa banyak usulan yang tidak
terakomodir. Hasil musrenbang seringkali tidak singkron dengan Rencana
Kerja SKPD Kota. Persoalan kalender perencanaan yang tidak mempunyai
titik temu antara SKPD dan Musrenbang Kelurahan menjadi kambing hitam
pertama, selain memang ada factor penting lain yaitu “Ego Sektoral” yang
sering diterjemahkan sebagai terserah maunya SKPD.
Salah satu kantor kelurahan di Solo |
Sedangkan proyek yang mampu dilaksanakan kelurahan
melalui Dana Pembangunan Kelurahan juga dianggap tidak memberi dampak
atau perubahan strategis di Kelurahan. Alasannya adalah budget yang
kecil sehingga skala proyek pun hanya kelas “cemen” atau “teri”.
Dokumen musrenbang tidaklah menghasilkan rencana program / intervensi
yang startegis dalam skala kelurahan maupun kota. Lagi-lagi soal budget
yang terbatas dan batas kewenangan menjadi kendala dalam menentukan
proyek startegis kelurahan.
Bagaimana jika kelurahan mempunyai rencana strategis jangka menengah,
sehingga SKPD maupun kelompok kepentingan yang lain bisa memotret
program strategis kelurahan? Bukannya mengada-ada, namun jika kelurahan
mampu menggambarkan rencana strategis mereka dalam lima tahun kedepan,
maka SKPD bisa merencanakan pembangunan mereka disesuaikan dengan
urgensi masalah dalam kelurahan. SKPD tidak perlu bersusah payah
“belanja masalah” tiap tahun, tinggal melihat prioritas wilayah selama 5
tahun.
Musrenbang kelurahan cukup memfokuskan diri pada rencana program yang
bisa didanai melalui DPK_skala kecil. Sementara RPJMKel akan membantu
kelurahan membidik proyek pembangunan strategis jangka menengah dan
mempunyai dampak yang signifikan pada skala kelurahan dan kota.
Kendala yang saat ini ada hanyalah persoalan regulasi yang belum ada.
Namun pengalaman adanya RPJMDes yang berlaku di wilayah kabupaten
menjadi preseden yang baik bagi advokasi kebijakan ini.
Yang paling urjen adalah adanya kerelaan dan niatan untuk menghapus
“ego” , jika tidak maka akan muncul banyak alasan untuk mengganjal
adanya RPJMKel. Misalkan, bisa saja rencana-rencana strategis dalam
RPJMKel dianggap tidak valid untuk masuk dalam Rencana Kerja SKPKD
karena nomenklatur yang tidak sesuai atau tidak masuk dalam TUPOKSI
(baca: Tugas Pokok dan Fungsi). Akhirnya, kita hanya bisa mengatakan,
Kota Solo selalu siap dengan inovasi dan inisiatif yang lahir dari
proses dialog secara demokratis. Selamat berdemokrasi.....
oleh : Ahmad Rifai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar