Absataksi
Salah satu agenda Reformasi’98 adalah mewujudkan good
governance atau tata pemerintahan yang baik, yang dimaksud dengan good governance adalah adanya mekanisme
interaksi para pihak (pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat) secara
bersama-sama untuk merumuskan berbagai kesepakatan yang berkaitan dengan
manajemen pembangunan dalam suatu wilayah hukum dan administarasi tertentu. Ada sepuluh prinsip yang harus dilaksanakan
oleh para pihak untuk mencapai good governance, salah
satunya adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat ini merupakan
faktor penentu sekaligus sebagai indikator keberhasilan pembangunan dan keberlanjutannya, sebab perencanaan
berbasis bottom up akan mampu menjawab kebutuhan masyarakat, dikarenakan yang
mengetahui akan kebutuhannya adalah masyarakat sendiri, bukan hanya sekedar
asumsi dari beberapa gelintir penyelanggara negara, dengan sendirinya tolok
ukur keberhasilan pembangunan adanya peran aktif partispasi masyarakat dalam
perencanaan.
Mengutip
pernyataan dari beberapa pengamat dan hasil temuan para peneliti, ternyata
setelah lebih dari 10 (sepuluh) kali
kota ini melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau biasa disingkat
dengan MUSRENBANG, secara kwalitas maupun kwantitas antusias warga megikuti
proses perencanaan berbasis bottom up mengalami
penurunan terutama ditingkat Kelurahan, dari berbagai alasan yang disampaikan
dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat telah mengalami kejenuhan dan
kekecewaan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain;
a. Bergesernya pemahaman berpartispasi dalam
perencanaan pembangunan, partispasi dimaknai sebagai “kewajiban” masyarakat
untuk meramaikan MUSRENBANGKEL, bukannya merupakan “hak” yang melekat bagi setiap warga negara, maka
dengan sendirinya dalam pelaksanaanya
terkesan hanya bersifat ritualitas belaka.
b. Usulan
program yang disampaikan pada pelaksanaan MUSRENBANGKEL cenderung tidak menjawab
kebutuhan subtansi dari warga masyarakat
dan lebih bersifat menjawab kebutuhan permukaan yang parsial ( tidak
berprespektif jangka panjang), hal ini diakibatkan karena tidak adanya
komunikasi ataupun musyawarah baik ditingkat RT maupun RW, sehingga hasil
rumusan MUSRENBANGKEL terkesan kumpulan
daftar keinginan orang orang tertentu saja (elit-elit tertentu).
c. Tidak
terjaminnya konsistensi antara pelaksanaan dan perencanaan, acap kali
pelaksanaan tidak sesuai dengan dokumen perencanaan tahun sebelumnya.
d. Dana
Pembangunan Kelurahan sering dimaknai sebagai sisa hasil usaha dari pengelolaan
pendapatan asli daerah, karena dianggap pembagian kue pendapatan maka ketika
DPK dicairkan cenderung dibagi rata.
e. Diakibatkan
tidak adanya pendampingan atau bimtek tentang penyusunan proposal kegiatan
membuat masyarakat merasa dipingpong oleh dinas tertentu, harus bolak balik
dikarenakan perbaikan proposal.
f.
Demikian juga dikarenakan tidak ada pendampingan
dan penguatan kapasitas tentang SPJ, masyarakat merasa sering kesulitan
menyusun SPJ, dlsb.
Jika kondisi ini segera tidak ditanggulangi, maka tidak menutup
kemungkinan dalam waktu dekat proses proses partispasi warga dalam perencanaan
pembangunan akan mengalami kemandegan, dengan demikian mandat agenda reformasi tujuan dari good governance tinggal slogan belaka, sedangkan pelaksanaan
MUSRENBANG tinggal formalitas dan sekedar menjalankan ritula tahunan namun
kehilangan makna dan ruh yang terkandung didalamnya.
KONSEP RENSTRA WARGA
Melihat kondisi terpapar diatas, maka Tim Koordinasi Penaggulangan
Kemiskinan Daerah (TKPK D ) Kota surakarta selain mempunyai mandat untuk
melakukan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, juga menyusun Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) serta
mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang bermuara kepada upaya percepatan
penanggulangan kemiskinan di kota Surakarta merasa prihatin, untuk itu sebagai wujud tanggung jawab moral
maka merasa perlu untuk ikut memikirkan dan berkontribusi agar pelaksanaan
MUSRENBANG kembali kepada ruhnya.
Dari beberapa kali serial diskusi
internal TKPK D Kota Surakarta melihat
masih ada celah untuk menyumbangkan sebuah konsep dalam rangka menjawab silang
sengkarut yang terjadi terkait dengan pelaksanaan MUSRENBANG dilevel terbawah
yaitu ditingkat kelurahan, dengan sedikit
memberikan sentuhan pada mekanisme pelaksanaan serta tujuan akhir dari
perencanaan berbasis partispatif tersebut agar permasalahan terurai diatas
dapat diselesaikan, sehingga proses perencanaan berbasis partisipastif lebih
bermakna bagi masyarakat terutama masyarakat miskin dan berkesinambungan.
Untuk itu TKPKD Surakarta menawarkan sebuah konsep penyusunan Rencana
Strategis (RENSTRA) masyarakat yang menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah atau disingkat dengan RPJM Kelurahan 5 tahunan, Renstra Masyarakat adalah sebuah kegiatan yang
dilaksanakan oleh, dari untuk kepentingan masyarakat masyarakat dengan
menggunakan methodology “Participatory
Poverty Assessment” atau biasa disebut dengan Analisis Kemiskinan Patispatif, atau Pemetaan masalah.
Pemetaan masalah
merupakan rangkaian kegiatan FGD dimulai dari pemetaan masalah meliputi 5
kebutuhan dasar masyarakat antara lain ; Pendidikan, Kesehatan, Permukiman,
Ekonomi dan Infrastruktrur, rangkaian
kegiatan ini dimulai dari tingkat
kelurahan, peme-taan masalah tingkat kelurahan bertujuan untuk mengetahui
masalah crusial makro kelurahan, dengan
peserta tokoh masyarakat serta keterwakilan kelembagaan kemasyarakatan
dikelurahan misalnya LPMK, Pengurus RW, Pengurus RT, PKK, Karang Taruna dan
lain sebagainaya. Temuan temuan masalah
ditingkat kelurahan dikonfirmasikan dengan masyarakat akar rumput ditingkat RW dengan
methode yang sama dengan tingkat kelurahan, yang membedakan adalah kepersertaan FGD ditingkat RW adalah
masyarakat penerima manfaat layanan Program penanggulangan Kemiskinan diwilayah
RW, sedangkan pengelolaan forum antara FGD tingkat Kelurahan maupun RW dibagi menjadi 5 kelompok diskusi menurut issue seperti tersebut diatas.
Dari 2 temuan dengan forum yang berbeda maka akan terpetakan masalah masalah
besar yang terjadi selama ini terkait dengan kemiskinan dan penyebabnya, temuan
masalah inti tersebut akan dirunut untuk mendapatkan masalah utama, yang kemudian masalah utama akan dicarikan jalan keluarnya
berbentuk program utama perencanaan pembangunan
melalui perumusan perencanaan pembangunan berkelanjutan untuk
didokumentasikan menjadi draft RPJM Kelurahan, draft tersebut akan divalidasi oleh
stakeholders kelurahan sebelum disahkan dalam forum Rembug Warga. Selain mengesahkan Dokumen RPJM Kelurahan, didalam
Rembug warga sekaligus melantik Tim Pengawal Perencanaan Pembangunan kelurahan,
Tim ini betugas untuk menjaga
konsistensi dokumen perencanaan serta melakukan review tahunan, apakah dalam pelaksanaanya
sudah sesuai dengan dokumen RPJM Kelurahan.
Strategi Penaggulangan Kemiskinan
Kelurahan
Sesuai dengan Mandatnya selain megkoordinasikan program penaggulangan
kemsikinan ditingkat kota TKPKD diwajibkan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah –
SPKD, dimana isi dari dokumen SPKD adalah langkah startegis Pemerintah kota
Surakarta dalam melaksanakan percepatan panggulangan kemiskinan dapat terkonsolidasi,
terkoordinasi diseluruh pemangku kepentingan sehingga upaya percepatan tersebut
dapat terfokus, terukur dan terintegrasi.
Kota Surakarta dikenal sebagai Kota pelopor partispasi dikarenakan inisiasi
gagasan Musrenbang berawal dari Kota
Surakarta, maka akan lebih elegan jika penyusunan SPKD Kota seharusnya juga
berbasis partispatif, untuk itu kegiatan
RENSTRA MASYARAKAT selain menghasilkan dokumen RPJM Kelurahan juga mampu
menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan tingkat Kelurahan, harapan
kedepannya SPK tingkat kelurahan menjadi salah satu variabel penyusunan/revisi
SPKD Tingkat kota, dengan demikian SPKD tingkat kota sangatlah partispatif,
sebab dalam proses penyusnan SPK Kelurahan telah melalu proses panjang sejak
dari tingkat RW.
TKPK Kelurahan
Proses panjang penyusunan RPJM Kelurahan yang telah dilakukan
masyarakat selama berbulan bulan akan menjadi sia-sia, jika tidak adanya
pengawalan dan monitoring dalam pelaksanaan rencana yang telah dibangun
bersama, untuk itu kebutuhan tim
pengawal menjadi sangat penting untuk dibentuk,
Maksud dan tujuan dibentuknya Tim
Pengawal Perencanaan Pembangunan Kelurahan Jangka Menengah, dalam rangka
menjaga konsistensi pelaksanaan Dokumen RPJM Kelurahan yang ditegrasikan dalam
MUSRENBANGKEL disetiap tahapan, untuk itu tugas dari Tim ini adalah;
1. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan serta
memberikan rekomendasi seluruh program penanggulangan kemsikinan yang masuk
dikelurahan, disesuaikan dengan peta kebutuhan masyarakat yang telah
terdokumentasi dalam RPJM Kelurahan.
2. Mengadakan rapat berkala dalam rangka
menjalankan fungsi monitoring dan Evalusi pelaksanaan RPJM Kelurahan.
3.
Memfasilitasi masyarakat pelaksanaan Musyawarah
Lingkungan tahunan untuk melakukan review pelaksanaan RPJM kelurahan yang diaplikasikan melalui
proses MUSRENBANGKEL.
4. Bersama tim secara keseluruhan membicarakan
capaian dan kelemahan program yang telah disusun untuk dicarikan jalan
keluarnya
5. Bersama Tim + SKPD Kelurahan untuk mencari jalan
keluar jika terjadi complain atau perselisihan terkait dengan segala kemungkinan
terkait dengan upaya percepatan penanggulangan kemsikinan yang diwujudkan dalam
program penaggulangan kemsikinan
6. Mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan kepada
Instansi terkait permasalahan jika permasalahan terkait dengan layanan PRONAGKIS
7. Menyusun pelaporan perkembangan dan dan capaian
sekaligus kendala yang dihadapi kepada TKPK Daerah Kota surakarta.
8. Bersama Tim melakukan updating data terkait
dengan program penanggulangan kemiskinan
9. Mengupayakan lahirnya fasilitator Lingkungan
yang terlatih dan berdaya serta mumpuni.
Untuk menjalankan fungsinya maka
Tim Pengawal Perencanaan Pembangunan Kelurahan, maka forum ini memerlukan
kelengkapan organisasi untuk mendukung kinerjanya, antara lain ; Koordinator, Sekretaris dan Pokja Monitoring
dan Evaluasi, Pokja Kemitraan, Pokja pendataan dan Pokja pengaduan masyarakat, jika
diperlukan tim ini dapat membentuk pokja pokja lain disesuaikan dengan
kebutuhannya.
By seser
Dari renstra warga ini berarti dirinci tahunannya semacam Renjawarga ya mas? kira-kira memungkinkan gak kalau renja warga itu diintegrasikan dalam renja kelurahan (yg formal- sbg bahan rancangan awal RKPD)? seandainya diintegrasikan, saya menduga, kemungkinan pejabat kelurahan dan Bappeda akan memperdiskusikan ( gak berani memakai kata memperdebatkan :-))tentang kewenangan urusan yang didelegasikanpada kelurahan, krn skopenya kan menyangkut urusan kesehatan, urusan pendidikan dll. Jane menurut pemahaman saya sbg orangawam yang bukan orang pemerintahan, jan-jane bisa diintegrasikan, meski perlu kolom keterangan khusus untuk menjelaskan bentuk verbal integrasi renja warga ke renja kelurahan (formal yang ditumpuk ke Bappeda itu)
BalasHapusya harus Bu, soalnya kalo tidak diintergrasikan khawatirnya akan terjadi ganda kegiatan di tempat yang sama, sehingga bisa terjadi peluang korup, justru konsep ini akan berhasil jika mampu memetakan PRONANGKIS yang dilakukan oleh siapapun, baik program pusat misalnya PNPM MP, program SKPD atawa LSM, dengan sendirinya jika kesemua PRONANGKIS yang amsuk dikelurahan dapat terintegrasi, maka akan terjadi akselerasi penanggulangan kemsikinan yang optimal, soal kekhawatiran tidak juga sebab sebelum konsep ini direalisasikan sudah kami workshopkan dengan lintas pelaku, termasuk SKPD Kelurahan. disinilah letak wujud take n given secara nyata, sehingga kedepan siapapun yang akan melakukan program di kelurahan, warga sudah punya peta masalah dan peta sebarannya, tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan program yang akan dijalankan dikelurahan tersebut,bisa jadi bila dokumenperencanaan sudah dimiliki tidak menutup kemungkinan musrebang hanya sekedar dijadikan musyawarah reviw atas perencanaan yang teklah dilaksanakan, kemudian hasilnya menjadi rekomendasi kegiatan tahun berikutnya sekaligus menjalankan program yang sudah direncanakan dalam dokumen RPJM Kel.
BalasHapus