Abstraksi
Slogan
memerangi kemiskinan sering kita dengar sejak bangsa ini lepas dari penjajahan,
sejak saat itu para pendiri dan pemimpin bangsa sudah banyak melahirkan berbagai
program penanggulangan kemiskinan didalam berbagai strategi yang terkemas mulai
dari “MANIPOL/USDEK”nya Soekarno, “REPELITA”nya Soeharto, hingga
dijaman Otonomi daerah dengan slogan Ekonomi kerakyatan berbasis Pancasila
diera reformasi, ternyata Pemerintah belum mampu menekan angka kemiskinan, sehingga berbanding
terbalik dengan propaganda dan klaim keberhasilan programnya, yang didukung dengan
sajian angka dan grafik statistik yang begitu fantastik, pada faktanya hampir
disetiap detik kita masih saja mendengar maupun melihat rintihan dan keputus-asaan
dan ketidak berdayaan simiskin. Padahal
alokasi anggaran untuk pengentasan
kemiskinan jumlahnya sangatlah besar yang dikemas dengan berbagai program pengentasan kemiskinan seperti
pemberian dana Bantuan Langsung Tunai (BLT), pemberian beras untuk rakyat
miskin (Raskin), pemberian dana Biaya Operasional Sekolah (BOS),
program pendidikan gratis untuk siswa/pelajar tidak mampu, pelayanan kesehatan
gratis untuk keluarga tidak mampu, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM Mandiri), Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Begitu juga dengan kebijakan pemerintah untuk
mengalokasikan 20% anggaran APBN untuk dunia pendidikan dan masih banyak
lagi program dalam bentuk lain, yang dibeayai APBN / APBD bahkan hutang negara.
Pemerintah juga telah menetapkan peningkatan
kesejahteraan rakyat dan mengurangi tingkat kemiskinan sesuai dengan tema
pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 yang akan diwujudkan dalam
tiga bentuk prioritas pembangunan nasional.
Pertama :
peningkatan pelayanan dasar dan
pembangunan pedesaan.
Kedua : percepatan pertumbuhan yang berkualitas
dengan memperkuat sektor ekonomi yang didukung oleh pertumbuhan/pembangunan
di
sektor pertanian.
Ketiga : memberantas segala tindak korupsi,
reformasi birokrasi, pemantapan demokrasi,pertahanan dan
keamanan dalam negeri
Kemiskinan dan pemiskinan
Kemiskinan sesungguhnya diakibatkan terbatasnya kesempatan sebagian besar
rakyat Indonesia untuk mengakses sumber daya yang sebenarnya dapat berfungsi
untuk menghasilkan income (pendapatan), seperti keterbatasan modal dan asset
untuk usaha dan keterbatasan akses terhadap pelayanan sarana dan prasarana
kesehatan dan sanitasi. Selain itu, tingginya tingkat kemiskinan di negara kita
juga disebabkan oleh rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam kaitannya dengan kualitas SDM, tentu kita dapat melihat bagaimana
kondisi dunia pendidikan. Sepertinya usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan dan memajukan dunia
pendidikan di negara ini belum terwujud, lahirnya kebijakan sertifikasi guru masih
pada permukaan pada kenyataannya hingga kini banyak guru yang mengajar di
sekolah (baik SD, SMP maupun SMU) kualitas keilmuannya masih sangat
memprihatinkan. Padahal pendidikan merupakan modal terpenting untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan hidup rakyat Indonesia. Maka tak salah kalau
akhirnya Human Development Indeks (HDI) yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
internasional menunjukkan bahwa posisi kualitas SDM Indonesia sangatlah rendah.
Penyebab kemiskinan lain adalah budaya atau etos kerja rakyat Indonesia
yang kini sudah terdegradasi oleh pengaruh perkembangan zaman. Kini, semangat
untuk terus bekerja (melakukan apa saja) yang penting bisa menghasilkan uang
(penghasilan) dengan cara yang halal demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga telah
beralih pada etos kerja yang menghalalkan segala macam cara, indikatornya masih
tingginya korupsi di berbagai lembaga pemerintahan, karena miliaran bahkan
triliunan uang negara yang seharusnya diperuntukkan program penanggulangan
kemsikinan justru diselewengkan oleh berbagai pejabat di pemerintahan, sangat
ironis di satu sisi negara ingin
mengentaskan kemiskinan dengan mengucurkan berbagai aliran dana kepada rakyat
miskin. namun di sisi lain, ternyata banyak aliran dana yang malah
diselewengkan oleh pejabat-pejabat kita di pemerintahan hanya untuk kepentingan
(memperkaya diri sendiri).
Faktor
penghambat upaya penanggulangan kemsikinan
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang menhabat program penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Pertama, program penanggulangan kemiskinan selama ini
cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Upaya
seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat
bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program
bantuan yang berprespektif pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat
memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang
miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif
dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Disi lain
program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam
penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung
digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti
dibebaskannya biaya sekolah mulai dari SD sampai tamat Perguruan tinggi, serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan tanpa
ada batasan bagi warga miskin.
Faktor kedua adalah generalisasi indikator kemiskinan, padahal lain ladang
lain belalang, lain lubuk lain ikannya demikian pula kemiskinan, lain daerah
lain pula penyebabnya. Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan
untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil
Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil
pendataan keluarga prasejahtera dan sejahtera oleh BKKBN.
Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan
nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan
fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini
tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di
Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat
berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk
ekonomi yang berlaku secara lokal. Untuk itu sebaiknya berikan kebebasan daerah
menentukan indikatornya sendiri, sehingga program-program pembangunan yang ada
tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, namun lebih melihat permasalahan
dasar pemisikinan.
Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat tidak sepenuhnya memadai
dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah. Justru sebaliknya,
informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan
kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan
kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh
karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem
statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik
daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perlu
diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antar wilayah,
khususnya keterbandingan antar kabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga.
Dalam membangun suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk
kebijakan pembangunan kesejahteraan daerah, perlu adanya komitmen dari
pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan. Dengan adanya
dana daerah untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerah
diharapkan dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat
dari kebijakan yang salah arah, dan sebaliknya membantu mempercepat proses
pembangunan melalui kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan.
Keuntungan yang
diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa
jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan
data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), baik lokal maupun nasional atau
internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin
tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.
by : seser
Tidak ada komentar:
Posting Komentar