Menggerakkan partisipasi masya- rakat bukan hanya esensial untuk mendukung
kegiatan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga agar masyarakat
berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri. Dengan demikian,
menjadi tugas penting manajemen pembangunan untuk membimbing, menggerakkan, dan
menciptakan iklim yang mendukung kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
masvarakat dan untuk kepentingan masyarakat ter- utama masyarakat miskin.
Upaya itu dilakukan melalui kebijakan, peraturan, serta kegiatan pembangunan
pemerintah yang diarahkan untuk menunjang, merangsang, dan membuka jalan bagi
kegiatan pembangunan masyarakat. Dalam rangka ini, berkembang konsep
pemberdayaan masyarakat yang pada hakikatnya memampukan dan memandirikan
masyarakat. Namun dalam kenyataannya tidak semua program pemberdayaan
masyarakat dapat berhasil sesuai dengan rencana. Bahkan ada yang jauh
menyimpang dari konsep awal, sehingga menimbulkan keergantungan dan kemanjaan
bagi masyarakat miskin.
Memberdayakan masyarakat miskin, adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat bawah (grass root), yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat miskin. Bukan malahan menjadikan mereka
jadi para pengemis.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi
juga infrastruk-turnya. Menanamkan nilai-nilai budaya kerja keras, hemat,
keterbukaan, kebertanggungjawaban, adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan
ini, demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya ke
dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya.
Pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, dan pengamalan demokrasi. Friedmann (1992) menyatakan: "The empowernment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphasis on autonomy in the decision-making of territorially organized communities, local self-reliance (but not autocracy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning.
Setidak-tidaknya upaya pemberdayaan masyarakat seyogianya dilakukan melalui tiga upaya:
Pertama, menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap
masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun daya itu untuk mendorong (encourage), memotivasi, dan
membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta
berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Pengu- atan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, karena kurang berdaya dalam mengahadapi yang kuat. Oleh karena itu, dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya. Dalam rangka ini, adanya peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi golongan yang lemah sangat diperlukan.
Untuk itu, sudah saatnya pardigma pemerintah atau pelaku percepatan
penanggulangan kemiskinan lainnya harus segera merubah strategi. Datang
bukannya sebagai saint clauss, tetapi
datang kepada masyarakat miskin untuk memandirikan bukan dengan segala jenis
bantuan yang bersifat temporer
by seser
Tidak ada komentar:
Posting Komentar